PERBANDINGAN PENGATURAN DAN PENERAPAN DOKTRIN UNJUST ENRICHMENT MENURUT HUKUM DI INDONESIA DAN BELANDA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1749 K/PDT/2010)
Kata Kunci:
Unjust Enrichment, Restitusi, Hukum PerdataAbstrak
Dalam hukum perdata di Indonesia, sumber timbulnya kewajiban suatu pihak untuk memberikan ganti rugi umumnya didasarkan pada dua hal, yaitu gugatan berdasarkan hubungan kontraktual dan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum. Padahal, kerugian suatu pihak tidak hanya bersumber dari kedua sebab tersebut, namun juga karena terjadinya unjust enrichment, yaitu suatu keuntungan yang didapatkan oleh seseorang dengan mengorbankan atau merugikan orang lain secara tidak adil. Sebagai upaya untuk mengikuti perkembangan masyarakat yang dinamis, negara-negara lain seperti Belanda telah mengkodifikasi doktrin unjust enrichment dalam kitab undang-undang hukum perdatanya, sedangkan di Indonesia, pengaturan unjust enrichment masih tersebar dan belum spesifik. Hal ini menyebabkan penerapan hukum serta penentuan restitusi dalam kasus-kasus terkait unjust enrichment di Indonesia seringkali didasarkan pada dasar hukum yang keliru. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal yang menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui bahan pustaka. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kepastian hukum penerapan doktrin unjust enrichment dan penentuan restitusinya dalam kasus-kasus perdata di Indonesia belum terjamin, dibandingkan dengan di Belanda yang telah mengkodifikasinya doktrin tersebut dalam hukum perdatanya.