STRATEGI HUKUM PENGENAAN CUKAI MINUMAN BERPEMANIS DALAM KEMASAN SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN KONSUMSI GULA BERLEBIH
Kata Kunci:
Strategi Hukum, Cukai, Minuman Berpemanis Dalam KemasanAbstrak
Tingginya prevalansi diabetes, obesitas, dan penyakit tidak menular akibat konsumsi gula berlebih di Indonesia telah mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan cukai sebagai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan sebagai instrumen pengendalian kesehatan masyarakat terhadap konsumsi gula berlebih. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan, mengkaji strategi hukum pengenaan cukai, serta mengevaluasi implikasi terhadap industri, kesehatan masyarakat, dan penerimaan negara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan memiliki landasan filosofis yang kuat berdasarkan nilai Pancasila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" menjadi landasan utama dalam perlindungan harkat dan martabat manusia melalui perlindungan kesehatan publik, landasan yuridis pada amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”, serta landasan sosiologis yang merespon kebutuhan masyarakat akan perlindungan kesehatan. Kedua diperlukan strategi hukum yang meliputi: revisi Peraturan Menteri Keuangan untuk menambahkan minuman berpemanis dalam kemasan sebagai barang kena cukai, definisi dan klasifikasi, penetapan tarif cukai dan mekanisme pengenaan, harmonisasi dengan regulasi kesehatan dan perlindungan konsumen, serta pembentukan pengawasan dan penegakan hukum yang efektif. Ketiga implikasi penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan menunjukkan dampak positif yang signifikan di antaranya mendorong transisi inovasi industri minuman sehat bagi industri, mengurangi beban kasus diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit tidak menular bagi kesehatan masyarakat, serta telah ditargetkan dalam penerimaan negara dalam Peraturan Presiden Nomor 201 Tahun 2024 sebesar Rp 3,8 triliun pada tahun 2025.
The high prevalence of diabetes, obesity, and non-communicable diseases due to excessive sugar consumption in Indonesia has prompted the government to implement a tax policy on packaged sweetened beverages as a public health control measure against excessive sugar consumption. This study aims to analyze the philosophical, legal, and sociological foundations of imposing taxes on packaged sweetened beverages, examine the legal strategies for imposing taxes, and evaluate the implications for the industry, public health, and state revenue. The research method used is a normative research method. The results of the study show that, first, the imposition of excise taxes on packaged sweetened beverages has a strong philosophical basis based on the Pancasila value of “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” as the main foundation for protecting human dignity through public health protection, a legal basis in the mandate of the 1945 Constitution -Constitution of 1945, Article 28H, Paragraph (1), which states that “every person has the right to live in physical and mental well-being, to have a place to live, and to obtain a good and healthy living environment,” as well as a sociological foundation that responds to the community's need for health protection. Second, a legal strategy is needed that includes: revising the Minister of Finance Regulation to add sweetened beverages in packaging as taxable goods, defining and classifying them, setting excise rates and enforcement mechanisms, harmonizing with health and consumer protection regulations, and the establishment of effective supervision and law enforcement. The three implications of implementing excise taxes on packaged sweetened beverages demonstrate significant positive impacts, including promoting innovation in the beverage industry toward healthier products, reducing the burden of type 2 diabetes mellitus and non-communicable diseases on public health, and contributing to state revenue as targeted in Peraturan Presiden Nomor 201 Tahun 2024 sebesar Rp 3,8 triliun pada tahun 2025.