KEPASTIAN HUKUM DALAM PELAKSANAAN RENCANA PERDAMAIAN ANTARA DEBITUR DAN KREDITUR PADA PROSES PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
Kata Kunci:
Kepastian Hukum Dalam Pelaksanaan Rencana Perdamaian PKPUAbstrak
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah mekanisme hukum yang memungkinkan debitur yang mengalami kesulitan keuangan untuk mengajukan restrukturisasi utang melalui rencana perdamaian dengan kreditur, guna menghindari proses kepailitan. Dalam praktiknya, pelaksanaan rencana perdamaian sering kali menghadapi masalah hukum yang dapat mengganggu kepastian hukum, terutama terkait mekanisme voting oleh kreditur dan pengesahan rencana perdamaian melalui putusan homologasi oleh pengadilan. Permasalahan yang muncul meliputi ketidakjelasan dalam pengelompokan kreditur, keberatan terhadap hak suara, serta potensi penyalahgunaan mekanisme voting, seperti pembuatan kreditur fiktif dan pengalihan piutang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana kepastian hukum ditegakkan dalam pelaksanaan rencana perdamaian dalam PKPU, dengan meneliti regulasi, praktik pengadilan, dan peran pihak terkait. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus, serta menggunakan metode analisis kualitatif terhadap peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem hukum PKPU di Indonesia masih belum cukup memberikan kepastian hukum, terutama terkait mekanisme voting dan pengesahan rencana perdamaian. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan regulasi dan peningkatan pengawasan terhadap proses PKPU untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan transparan.
The Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU) is a legal mechanism that allows debtors facing financial difficulties to propose debt restructuring through a settlement plan with creditors, in order to avoid bankruptcy proceedings. In practice, the implementation of the settlement plan often faces legal issues that can disrupt legal certainty, particularly concerning the voting mechanism by creditors and the ratification of the settlement plan through a court homologation decision. Issues arising include unclear classification of creditors, objections to voting rights, and the potential abuse of the voting mechanism, such as the creation of fictitious creditors and debt transfers. This research aims to analyze the extent to which legal certainty is upheld in the implementation of settlement plans in PKPU by examining regulations, court practices, and the roles of the involved parties. The approaches used in this study are statutory, conceptual, and case-based approaches, with a qualitative analysis method applied to relevant laws and court decisions. The research findings indicate that the PKPU legal system in Indonesia still fails to provide sufficient legal certainty, particularly regarding the voting mechanism and the ratification of settlement plans. Therefore, regulatory reforms and improved oversight of the PKPU process are needed to create a fairer and more transparent system.




