IMPLIKASI PUTUSAN MK NOMOR 59/PUU-XXI/2023 TERHADAP KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERBANKAN
Kata Kunci:
Putusan MK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Penyidikan, UUP2SK, Disharmonisasi Hukum, Kewenangan Penyidik, Sektor Jasa Keuangan, Penyidik PolriAbstrak
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 59/PUU-XXI/2023 Tanggal 21 Desember 2023 menjatuhkan putusan bersyarat, yaitu conditionally unconstutional (inkonstitusional bersyarat) terhadap Pasal 8 angka 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) sepanjang Pasal 49 ayat (5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menjadi harus ditafsirkan atau dibaca sebagai berikut: “Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan (Penyidik OJK).” Putusan MK tersebut mengubah konstruksi kewenangan penyidikan di sektor jasa keuangan, yang berdasarkan UUP2SK diletakkan pada penyidik OJK. Penelitian ini menghasilkan temuan yaitu: (1). Implikasi Putusan MK Nomor: 59/PUU-XXXI/2023 menempatkan Penyidik OJK sebagai Penyidik Penunjang sebagai supporting system Penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana sektor jasa keuangan. (2). Terdapat pertentangan norma antar Undang-Undang (Disharmonisasi Horizontal), sebab Putusan MK tersebut tidak serta merta menghapus ketentuan eksklusivitas kewenangan Penyidikan OJK dalam berbagai Pasal di UU P2SK yang mengubah UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU Pasar Modal, dan UU Perasuransian. (3). Terdapat disharmonisasi vertikal antara Pasal 49 ayat (5) UU OJK yang telah diubah dengan UU P2SK dengan Pasal 2 ayat (1) PP Nomor 5 Tahun 2023, yang menyatakan Penyidik Polri sebagai penyidik di sektor jasa keuangan. Kondisi tersebut seharusnya tidak terjadi mengingat PP Nomor 5 Tahun 2023 merupakan peraturan turunan/pelaksana dari UU P2SK.




