PERUBAHAN KEBIJAKAN HUKUM TINDAK PIDANA MENGENAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PASCA BERLAKU UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2024
Kata Kunci:
Kebijakan Hukum Pidana, Konservasi, Keadilan Ekologis, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024Abstrak
Perubahan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 menandai adanya pergeseran besar dalam arah kebijakan hukum pidana Indonesia di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Penelitian ini berfokus untuk menelaah bagaimana arah kebijakan hukum pidana berkembang setelah berlakunya undang-undang baru tersebut, serta bagaimana dampaknya terhadap penanganan tindak pidana konservasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang diperkuat dengan data empiris melalui wawancara bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Sumatera Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Kehutanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 membawa sejumlah pembaruan penting, antara lain memperkuat kewenangan penyidik, memperluas tanggung jawab pidana korporasi, dan memperkenalkan sanksi pemulihan ekologis (ecological restoration sanction). Perubahan ini menggambarkan penerapan teori kebijakan kriminal, teori hukum ekologi, teori keadilan lingkungan, serta teori kewenangan. Sementara secara praktis, pembaruan ini melahirkan paradigma baru dalam penegakan hukum pidana konservasi yang lebih restoratif, partisipatif, dan berkeadilan ekologis, menandai langkah maju bagi Indonesia dalam menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan kelestarian lingkungan.
The amendment of Law Number 5 of 1990 into Law Number 32 of 2024 marks a significant shift in Indonesia’s criminal law policy regarding the conservation of biological natural resources and their ecosystems. This study aims to analyze the direction of criminal law policy following the enactment of Law Number 32 of 2024 and its impact on the handling of conservation-related criminal acts. This research employs a normative juridical approach supported by empirical data obtained through interviews with Civil Servant Investigators (PPNS) at the Law Enforcement Agency for Forestry in the Sumatra Region, Directorate General of Forestry Law Enforcement, and the Natural Resources Conservation Agency of South Sumatra, Directorate General of Natural Resources and Ecosystem Conservation, Ministry of Environment and Forestry. The findings reveal that Law Number 32 of 2024 strengthens the authority of investigators, expands corporate criminal liability, and introduces ecological restoration sanctions as a new legal instrument. Theoretically, these changes reflect the implementation of criminal policy theory, ecological law theory, environmental justice theory, and authority theory. Practically, the reform demonstrates the emergence of a more restorative, participatory, and ecologically just paradigm in the enforcement of Indonesia’s criminal law on conservation.




