ANALISIS MENDALAM KASUS PENGEROYOKAN GENG MOTOR: MEMBEDAH PERAN KOLEKTIF,PASAL PIDANA, DAN TANTANGAN PENEGAKAN HUKUM.

Penulis

  • Darwati Universitas Sembilanbelas November Kolaka
  • Suci Ramadani Universitas Sembilanbelas November Kolaka
  • Ummu Fadillah Universitas Sembilanbelas November Kolaka
  • Amanda Universitas Sembilanbelas November Kolaka
  • I Luh Darmayanti Universitas Sembilanbelas November Kolaka
  • Muh. Alpiansyah Universitas Sembilanbelas November Kolaka
  • Hajar Aswar Universitas Sembilanbelas November Kolaka

Kata Kunci:

Geng Motor, Pengeroyokan, Pasal 170 Kuhp, Peran Kolektif, Penegakan Hukum

Abstrak

Fenomena tindak kekerasan yang diorganisasi oleh subkultur gang motor di Indonesia merupakan manifestasi dari deviasi sosial kolektif yang menimbulkan kerawanan sosial dan kriminalitas. Kajian ini menganalisis aspek pertanggungjawaban pidana kolektif, konfigurasi pasal pidana dalam KUHP, dan efektivitas penegakan hukum terhadap kejahatan pengeroyokan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif melalui studi literatur dan analisis yuridis normatif, penelitian menemukan bahwa basis hukum utama yang diterapkan adalah Pasal 170 KUHP (Pengeroyokan), yang secara efektif mengakomodasi unsur "dengan tenaga bersama" (kolektivitas), dengan potensi pemberatan pidana sesuai derajat kerugian yang ditimbulkan (luka-luka hingga kematian). Struktur peran pelaku—meliputi dader (pelaku langsung), medepleger (turut serta), dan medeplichtige (pembantu)—dipertanggungjawabkan melalui Pasal 55 dan 56 KUHP, memperkuat prinsip bahwa intensi kolektif merupakan prasyarat penting dalam tindak pidana ini. Secara kriminologis, perilaku ini diinternalisasi melalui Teori Asosiasi Diferensial (pembelajaran deviasi dalam kelompok) dan melemahnya Social Bond (Teori Kontrol Sosial), dipicu oleh disfungsi keluarga (broken home) dan lingkungan sosial yang patologis. Penegakan hukum menghadapi tantangan signifikan, terutama terkait kendala pembuktian di tengah loyalitas gang yang tinggi, dan implementasi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang menuntut pendekatan diversi bagi pelaku di bawah umur, yang sering dikritik karena kurang menghasilkan efek deterrence yang memadai. Oleh karena itu, diperlukan strategi penanggulangan yang komprehensif (preventif, represif, dan rehabilitatif) yang berorientasi pada pemutusan rantai subkultur kekerasan.

Unduhan

Diterbitkan

2025-11-30