ANALISIS UNSUR PENEMUAN HUKUM DALAM PERTIMBANGAN HAKIM TENTANG PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PRAPERADILAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981
(Studi Kasus Putusan No 04/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel.)
Kata Kunci:
Praperadilan, Kewenangan, Penetapan, TersangkaAbstrak
Kewenangan praperadilan terkandung dalam pasal 1 butir 10 KUHAP dan dipertegas dalam Pasal 77 KUHAP yang secara jelas mengatur kewenangan pengadilan memeriksa dan memutus gugatan praperadilan tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan, dan juga permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan. Namun dalam praktiknya hakim juga menerima dan mengabulkan gugatan Praperadilan yang diajukan diluar dari pada kewenangan praperadilan yang telah diberikan undang-undang. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa latar belakang dibentuknya lembaga praperadilan? dan menganalisa unsur penemuan hukum dalam pertimbangan hakim tentang penetapan status tersangka atas putusan praperadilan tentang tidak sahnya penetapan tersangka serta akibat hukum putusan praperadilan tentang tidak sahnya penetapan tersangka? Melalui metode normatif (studi pustaka), penulis menelaah berbagai buku kepustakaan, koran, dan karya ilmiah yang ada hubungannya dengan objek penelitian. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang telah diterapkan sehingga diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas dan konkrit terhadap objek. Berdasarkan pembahasan dan fakta maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Latarbelakang dari terbentuknya lembaga Praperadilan adalah untuk melindungan hak-hak asasi tersangka yang mungkin terenggut oleh adanya suatu upaya paksa yang belum diakomodir dalam HIR terdahulu, 2. Unsur Penemuan Hukum dalam pertimbangan hukum atas putusan hakim praperadilan tidak didukung oleh teori hukum, asas-asas hukum, doktrin yang cukup untuk dipertanggungjawabkan secara ilmuah. Apalagi hal tersebut menyangkut hukum formiil (hukum acara) yang dinyatakan oleh banyak ahli pidana tidak boleh ditafsirkan secara progresif.
The authority of pretrial proceedings is contained in Article 1 point 10 of the Indonesian Criminal Procedure Code (KUHAP) and is reinforced in Article 77 of KUHAP, which explicitly regulates the court’s authority to examine and decide on pretrial lawsuits regarding the legality of arrests, detentions, terminations of investigations, or terminations of prosecutions, as well as requests for compensation and/or rehabilitation for individuals whose cases are dismissed. However, in practice, judges also accept and grant pretrial lawsuits submitted beyond the scope of pretrial authority provided by law. Based on this, the study aims to understand the background behind the establishment of the pretrial institution and to analyze elements of legal discovery in judges’ considerations regarding the determination of suspect status in pretrial decisions on the invalidity of suspect designation, as well as the legal consequences of pretrial decisions on the invalidity of suspect designation. Using a normative method (library research), the author examines various library books, newspapers, and scientific works related to the research object. The data obtained is then processed and analyzed based on the problem formulation that has been set, with the hope of obtaining a clear and concrete picture of the object. Based on the discussion and facts, conclusions can be drawn: 1. The background to the formation of the Pretrial institution is to protect the basic rights of suspects who may be violated by coercive efforts that had not been accommodated in the previous HIR, 2. The legal considerations in the pretrial judge’s decision are not supported by legal theory, legal principles, or doctrines that are sufficient to be scientifically accounted for. Moreover, this concerns formal law (procedural law), which many criminal experts have stated should not be interpreted progressively.