PENAFSIRAN HUKUM ATAS ISTILAH “MENDISTRIBUSIKAN, MENTRANSMISIKAN, DAN/ATAU MEMBUAT DAPAT DIAKSESNYA” DALAM PASAL 27 AYAT (1) UU ITE : ANALISIS PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI NOMOR 83/PID.SUS/2019

Penulis

  • Agustinus Hartono Prasetyo Universitas Narotama
  • Evi Retno Wulan Universitas Narotama

Kata Kunci:

Baiq Nuril, Keadilan Substantif, Pasal 27 Ayat (1) UU ITE, Peninjauan Kembali

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 (selanjutnya disebut Perubahan Pertama UU ITE) dalam Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 83/Pid.Sus/2019. Dalam pasal 27 ayat (1) Perubahan Pertama UU ITE tersebut, diatur tentang larangan mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat dari konten yang berpotensi menyinggung nilai moral, kesusilaan, dan ketertiban umum di ruang digital. Namun, dalam praktiknya, pasal ini sering menimbulkan perdebatan. Kasus yang menjadi objek kajian penelitian ini adalah perkara Baiq Nuril Maknun, seorang tenaga pendidik honorer di Nusa Tenggara Barat, yang dilaporkan atas dugaan menyebarkan konten elektronik yang mengandung muatan kesusilaan. Baiq Nuril sebenarnya bukanlah pihak yang menyebarkan konten tersebut, melainkan hanya menyimpan dan kemudian menyerahkan handphone yang berisi rekaman kepada temannya untuk kepentingan pembuktian kepada DPRD Kota Mataram. Hal ini menimbulkan kontroversi luas di masyarakat karena menyangkut tiga isu utama, yakni: (1) multitafsir norma dalam Pasal 27 ayat (1) Perubahan Pertama UU ITE (2) keberadaan unsur mens rea atau niat jahat dalam tindak pidana yang didakwakan, serta (3) relevansi antara keadilan formal yang diterapkan dalam putusan pengadilan dengan keadilan substantif yang diharapkan publik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pasal 27 ayat (1) Perubahan Pertama UU ITE masih memiliki kelemahan dari sisi kepastian hukum, karena belum memuat tujuan penyebaran tersebut kepada masyarakat luas atau untuk kepentingan pribadi, sehingga berpotensi menimbulkan interpretasi luas. Hal ini tercermin pada Putusan Peninjauan Kembali Nomor 83/Pid.Sus/2019 yang lebih mengedepankan keadilan formal daripada keadilan substantif.

This study aims to analyze the application of Article 27 paragraph (1) of This study aims to analyze the application of Article 27 paragraph (1) of Law Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions in conjunction with Law Number 19 of 2016 (hereinafter referred to as the First Amendment to the ITE Law) in Judicial Review Decision No. 83/Pid.Sus/2019. Article 27 paragraph (1) of the First Amendment to the ITE Law prohibits the distribution, transmission, and/or making accessible of electronic information or electronic documents containing content that violates decency. This provision is intended to provide legal protection for society from digital content that may offend moral values, decency, and public order. However, in practice, this provision often generates controversy. The case examined in this study is that of Baiq Nuril Maknun, an honorary teacher in West Nusa Tenggara, who was reported for allegedly disseminating electronic content containing indecent material. In fact, Baiq Nuril was not the party who distributed the content; she merely stored the recording on her mobile phone and later handed it over to a colleague as evidence for submission to the Mataram Regional House of Representatives. This incident sparked widespread public controversy because it involved three main issues: (1) the multiple interpretations of Article 27 paragraph (1) of the First Amendment to the ITE Law, (2) the existence of mens rea or criminal intent in the alleged offense, and (3) the relevance of formal justice applied in the court’s decision compared with the substantive justice expected by the public. This research employs a normative juridical method using statutory, conceptual, and case approaches. The findings indicate that Article 27 paragraph (1) of the First Amendment to the ITE Law still suffers from weaknesses in terms of legal certainty, as it does not specify whether the dissemination is aimed at the general public or for private purposes, thus creating the potential for broad interpretation. This weakness is reflected in Judicial Review Decision No. 83/Pid.Sus/2019, which prioritizes formal justice over substantive justice.

Unduhan

Diterbitkan

2025-08-30