KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM PENANGANAN KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Kasus Pada Subdit V Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya)
Kata Kunci:
Kepolisian, Kewenangan, Korupsi, Subdit V Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro JayaAbstrak
Tugas dan tanggung jawab polisi dalam tipikor sebagai penyidik yang telah diatur jelas dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian negara Republik Indonesia. Rumusan Masalah pada penelitian ini adalah 1. Bagaimana kewenangan kepolisian pada Subdit V Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi?; 2. Bagaimana kendala serta upaya kepolisian pada Subdit V Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi?. Dengan menggunakan teori kewenangan, teori kepastian hukum serta teori tindak pidana dan menggunakan metode yuridis empiris. Didapatkan kesimpulan bahwa Kepolisian memiliki peranan penting dalam mengidentifikasi dan menangani kasus-kasus korupsi melalui kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Tugas polisi dalam mengatasi kasus korupsi mencakup dua aspek utama, yaitu penyelidikan dan penyidikan. Kendala yang dihadapi Subdit V Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi yaitu: 1). Intervensi Kekuasaan; 2). Tumpang Tindih Kewenangan dan Koordinasi Antar Lembaga; 3). Kelemahan Regulasi. Upaya yang dilakukan Subdit V Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam menghadapi kendala yang ada adalah dengan: 1). Meningkatkan transparansi dan penguatan sistem pengawasan internal; 2). Meningkatkan kerjasama antar lembaga anti korupsi; 3). Melakukan kajian dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan terkait. Perlu adanya penguatan koordinasi antar lembaga, serta peningkatan kapasitas penyidik agar kewenangan dapat dijalankan secara efektif, kepastian hukum dapat terjamin, dan batasan tindak pidana dapat ditegakkan secara konsisten. Revisi Undang-undang serta kepolisian juga perlu mempertimbangkan perlunya suatu aturan untuk mengatur antar lembaga anti korupsi agar tidak tumpang tindih dalam penanganan kasus korupsi.
The duties and responsibilities of the police in corruption cases as investigators are clearly regulated in Law No. 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Code and Law No. 2 of 2002 concerning the Indonesian National Police. The research questions in this study are: 1. What are the authorities of the police in Sub-Directorate V of Corruption at the Special Crimes Investigation Directorate of the Metro Jaya Regional Police in handling corruption cases?; 2. What are the obstacles and efforts of the police in Sub-Directorate V of Corruption at the Special Crimes Investigation Directorate of the Metro Jaya Regional Police in handling corruption cases? Using the theory of authority, the theory of legal certainty, and the theory of criminal acts, as well as the empirical juridical method, it was concluded that the police have an important role in identifying and handling corruption cases through the authority granted to them by law. The police's duties in tackling corruption cases cover two main aspects, namely investigation and inquiry. The obstacles faced by Subdit V Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya in handling corruption cases are: 1). Intervention by those in power; 2). Overlapping authority and coordination between institutions; 3). Weak regulations. The efforts made by Subdit V Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya in facing these obstacles are: 1). Improving transparency and strengthening the internal monitoring system; 2). Enhancing cooperation between anti-corruption institutions; 3). Conducting studies and analyses of relevant laws and regulations. There is a need to strengthen coordination between institutions and increase the capacity of investigators so that authority can be exercised effectively, legal certainty can be guaranteed, and criminal offenses can be consistently enforced. The revision of the law and the police also need to consider the need for rules to regulate anti-corruption institutions so that there is no overlap in handling corruption cases.