ANALISIS KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN DI LUAR PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM WARIS INDONESIA DAN HAK ASASI ANAK

(Studi Kasus: Putusan Pn Medan No. 2xx/Pdt.G/2025/Pn Mdn)

Abstrak

Fenomena anak yang dilahirkan di luar perkawinan masih menjadi persoalan hukum dan sosial di Indonesia. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 46/PUU-VII/2010 telah memperluas pengakuan terhadap hubungan perdata antara anak dengan ayah biologisnya, namun implementasi ketentuan tersebut masih menghadapi berbagai kendala di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan hukum anak yang dilahirkan di luar perkawinan dalam sistem hukum waris perdata Indonesia, khususnya setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, serta penerapannya dalam praktik peradilan melalui Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 2xx/Pdt.G/2025/PN Mdn. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi, anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi, anak luar perkawinan dapat memiliki hubungan perdata dengan ayah biologisnya apabila dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan/atau alat bukti lain. Namun, dalam praktik peradilan sebagaimana terlihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 2xx/Pdt.G/2025/PN Mdn, anak hasil hubungan di luar perkawinan yang terbukti sebagai hasil perzinaan tidak dapat diakui memiliki hubungan hukum dengan ayah biologisnya, sehingga tidak memiliki hak waris terhadap harta peninggalan ayahnya. Dengan demikian, pengakuan terhadap anak luar perkawinan tidak bersifat mutlak, melainkan dibatasi oleh nilai-nilai moral dan hukum positif yang berlaku.

The phenomenon of children born out of wedlock remained a legal and social issue in Indonesia. The Constitutional Court, through Decision Number 46/PUU-VIII/2010, expanded the recognition of civil relations between a child and his or her biological father; however, the implementation of this provision still encountered various obstacles within society. This study aimed to analyze the legal status of children born out of wedlock within the Indonesian civil inheritance system, particularly after the Constitutional Court Decision No. 46/PUU-VIII/2010, and its implementation in judicial practice through the Medan District Court Decision No. 2xx/Pdt.G/2025/PN Mdn. The research employed a normative juridical method using statutory and case approaches. The results showed that, prior to the Constitutional Court’s decision, children born out of wedlock had civil relations only with their mother and her family, as stipulated in Article 43 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974. Following the Constitutional Court’s ruling, such children could have civil relations with their biological father if proven scientifically or by other lawful evidence. However, in judicial practice, as reflected in the Medan District Court Decision No. 234/Pdt.G/2025/PN Mdn, children born from adulterous relationships could not be legally recognized as having inheritance rights from their biological father. Therefore, the recognition of children born out of wedlock was not absolute but was limited by moral values and the prevailing legal norms.