ANALISIS KRITIS TERHADAP PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (TPPU) YANG BERASAL DARI KEJAHATAN SIBER DI INDONESIA
Kata Kunci:
Anak Luar Perkawinan, Hak Waris, Hukum Perdata, Putusan Mahkamah Konstitusi, YurisprudensiAbstrak
Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat telah membuka ruang yang signifikan terhadap munculnya bentuk-bentuk kejahatan baru, salah satunya adalah kejahatan siber (cybercrime) yang kerap menjadi sumber dana ilegal bagi tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara kritis hubungan antara kejahatan siber dan TPPU, serta mengkaji efektivitas penegakan hukum di Indonesia dalam menghadapi fenomena tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), konseptual (conceptual approach), dan perbandingan (comparative approach). Data yang digunakan berasal dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang dianalisis dengan cara kualitatif-deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TPPU yang bersumber dari kejahatan siber telah menjadi bentuk kejahatan lintas batas (transnational crime) yang kompleks, memanfaatkan sistem keuangan digital yaitu cryptocurrency dan platform fintech untuk menyamarkan hasil kejahatan. Pengaturan hukum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang masih bersifat umum dan belum secara eksplisit mencakup mekanisme pengawasan terhadap aset digital. Hal ini menyebabkan lemahnya efektivitas penegakan hukum terhadap TPPU berbasis cybercrime, baik dari sisi normatif maupun teknis. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan hukum nasional melalui revisi terhadap UU TPPU dan penguatan kerja sama antar-lembaga serta internasional, termasuk ratifikasi Budapest Convention on Cybercrime dan penerapan rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) terkait pengawasan aset digital. Upaya ini diharapkan dapat memperkuat sistem hukum nasional dalam menghadapi tantangan kejahatan ekonomi digital dan mewujudkan penegakan hukum yang baik dan adaptif atas perkembangan teknologi global.
Rapid developments in information technology have had a significant impact on the emergence of new forms of crime, one of which is cybercrime, which is often a source of illegal funds for money laundering. This study aims to critically analyze the relationship between cybercrime and ML, as well as to examine the effectiveness of law enforcement in Indonesia in dealing with this phenomenon. This study uses a normative legal research method, with a statute approach, conceptual approach, and comparative approach. The data used comes from primary, secondary, and tertiary legal materials that are analyzed qualitatively and descriptively. The results show that ML originating from cybercrime has become a complex form of transnational crime, utilizing digital financial systems such as cryptocurrency and fintech platforms to disguise the proceeds of crime. The legal provisions in Law No. 8 of 2010 on the Prevention and Eradication of Money Laundering are still general in nature and do not explicitly cover mechanisms for monitoring digital assets. This has resulted in weak law enforcement against cybercrime-based money laundering, both from a normative and technical perspective. Therefore, it is necessary to update national laws by revising the ML Law and strengthening inter-agency and international cooperation, including ratifying the Budapest Convention on Cybercrime and implementing the Financial Action Task Force (FATF) recommendations related to digital asset supervision. These efforts are expected to strengthen the national legal system in facing the challenges of digital economic crime and realize law enforcement that is adaptive to global technological developments.




