UPAYA ADVOKAT DALAM MELAKUKAN PENDAMPINGAN KORBAN DALAM TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
Kata Kunci:
Advokat, Pendampingan Hukum, Korban, KDRT, Perlindungan HukumAbstrak
Domestic violence (KDRT) is a violation of human rights and a criminal act regulated under Law Number 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence. Advocates play a crucial role in providing legal protection for victims, as mandated by Law Number 18 of 2003 on Advocates. This study aims to describe the forms of legal assistance provided by advocates to victims of domestic violence and to identify the challenges faced during its implementation. The research employs a juridical-empirical method with a descriptive qualitative approach, based on interviews and literature review. The findings indicate that advocates assist victims throughout various stages, including reporting to the police, investigation, court proceedings, and post-trial recovery. However, several obstacles remain, such as victims’ fear of reporting, patriarchal cultural norms, lack of gender sensitivity among law enforcement officers, and limited access to protection facilities. Therefore, stronger institutional cooperation and enhanced advocate capacity are essential to ensure effective and humane legal protection for victims of domestic violence.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. Advokat memiliki peran penting dalam memberikan perlindungan hukum kepada korban, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pendampingan hukum yang dilakukan advokat terhadap korban KDRT serta kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Metode yang digunakan adalah yuridis empiris dengan pendekatan deskriptif kualitatif, melalui wawancara dan kajian pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa advokat mendampingi korban sejak proses pelaporan, penyidikan, hingga persidangan, serta membantu pemulihan korban. Namun, advokat masih menghadapi kendala seperti ketakutan korban untuk melapor, budaya patriarki, kurangnya dukungan aparat, dan minimnya fasilitas perlindungan. Diperlukan kerja sama antar lembaga dan peningkatan peran advokat agar korban KDRT memperoleh perlindungan hukum yang lebih efektif.




